Sampai di kota Cirebon, sudah pukul 2.00 siang, dan langsung menuju ke Keraton Kasepuhan yang terletak di Kecamatan Lemahwungkuk.Duduk di salah satu bangunan terbuka di dalam lingkungan Keraton sambil mendengarkan penjelasan guide yang ada di Keraton tersebut. Pada tahun 1969,Kesultanan Cirebon dibagi menjadi dua yaitu : Kesultanan Kanoman dan Kesultanan Kasepuhan. Di Cirebon ada empat Keraton yaitu : Keraton Kasepuhan, Keraton Kanoman, Keraton Kacirebonan, Keraton keprabon. Keraton Kasepuhan menempati lahan yang sangat luas, didirikan Pangeran Cakrabuana (putra Raja Pajajaran) tahun 1529,merupakan perluasan dari Keraton Pakungwati yang merupakan Keraton tertua di Cirebon, yang dibangun tahun 1452.
Patung harimau putih sebagai lambang keluarga besar Pajajaran ( keturunan Prabu Silihwangi). Silsilah Sunan Gunung Jati.
Tempelan keramik atau piring keramik di dinding sebagai ornamen, menjadi keunikan tersendiri di Keraton ini. Menunjukkan bahwa arsitektur Keraton merupakan perpaduan dari budaya Islami, Hindu, Jawa, dan Cina. Tidak bisa masuk ke istana, karena istana sekarang ditutup. Dulu dibuka untuk umum, tetapi karena ketidaktertiban pengunjung maka ditutup. Sebelum pulang kami bersilaturrahim dengan salah seorang keturunan dari Keraton Kasepuhan, kemudian kami didoakan dan photo bersama. Beli beberapa buku yang ditawarkan di lingkungan Keraton untuk kenang-kenangan, menambah wawasan dan membantu pemasukan bagi penjual buku ditengah pandemi.

Masjid ini katanya dibangun hanya satu malam oleh ratusan pekerja dari Kerajaan Majapahit, Demak, dan Cirebon. Selesai dibangun langsung digunakan untuk sholat subuh.
Masjid ini dibangun tahun 1480, oleh Sunan Gunung Jati. Arsiteknya adalah Sunan Kalijaga dan Raden Sepat. Raden Sepat adalah seorang Hindu, makanya ada rasa-rasa Hindu di masjid ini.
Pintu masuk dari samping masjid utama sangat kecil,sehingga masuk harus merunduk, diatasnya ada tulisan Allah, mungkin filosofinya kita manusia sangat kecil dihadapan Allah dan harus merunduk kepada Allah.
Di masjid asli ada tempat khusus untuk keluarga Kesultanan.
Masjid Agung Cipta Rasa merupakan hadiah, sebagai bukti rasa cinta Sunan Gunung Jati kepada isterinya Nyi Mas Pakungwati.
Ini adalah tempat wudhu yang asli dari zaman dulu.
Ketika saya di mesjid ini, tercium aroma minyak lampu atau minyak tanah. Lantai terasa licin, karena di pel menggunakan minyak tanah atau minyak lampu. Menurut salah seorang petugas masjid bahwa itu untuk menghalau semut dari lantai, karena banyak pengunjung yang makan- makan di masjid.
Masjid Agung Sang Cipta Rasa artinya adalah keagungan Sang Pencipta yang dibangun dengan rasa. Di dekat Keraton ada lapangan, ramai orang berjualan, banyak pengunjung,tetapi tampak kumuh dan banyak sampah.Tampaknya Pemerintah setempat harus memberikan sosialisasi dan atau pencerahan kepada masyarakat lokal dan pengunjung untuk lebih sadar wisata.Disepanjang jalan raya di Cirebon, banyak yang menjual kerupuk. Kami berhenti di salah satu toko yang menjual kuliner khas Cirebon. Ada tapai pulut atau tapai ketan yang dibungkus daun jambu air dan dijual dalam ember, ada juga siroop tjap buah tjampolay,dan banyak jenis kerupuk.
Masjid ini dibangun tahun 1480, oleh Sunan Gunung Jati. Arsiteknya adalah Sunan Kalijaga dan Raden Sepat. Raden Sepat adalah seorang Hindu, makanya ada rasa-rasa Hindu di masjid ini.
Pintu masuk dari samping masjid utama sangat kecil,sehingga masuk harus merunduk, diatasnya ada tulisan Allah, mungkin filosofinya kita manusia sangat kecil dihadapan Allah dan harus merunduk kepada Allah.
Di masjid asli ada tempat khusus untuk keluarga Kesultanan.
Masjid Agung Cipta Rasa merupakan hadiah, sebagai bukti rasa cinta Sunan Gunung Jati kepada isterinya Nyi Mas Pakungwati.
Ini adalah tempat wudhu yang asli dari zaman dulu.
Ketika saya di mesjid ini, tercium aroma minyak lampu atau minyak tanah. Lantai terasa licin, karena di pel menggunakan minyak tanah atau minyak lampu. Menurut salah seorang petugas masjid bahwa itu untuk menghalau semut dari lantai, karena banyak pengunjung yang makan- makan di masjid.
Masjid Agung Sang Cipta Rasa artinya adalah keagungan Sang Pencipta yang dibangun dengan rasa. Di dekat Keraton ada lapangan, ramai orang berjualan, banyak pengunjung,tetapi tampak kumuh dan banyak sampah.Tampaknya Pemerintah setempat harus memberikan sosialisasi dan atau pencerahan kepada masyarakat lokal dan pengunjung untuk lebih sadar wisata.Disepanjang jalan raya di Cirebon, banyak yang menjual kerupuk. Kami berhenti di salah satu toko yang menjual kuliner khas Cirebon. Ada tapai pulut atau tapai ketan yang dibungkus daun jambu air dan dijual dalam ember, ada juga siroop tjap buah tjampolay,dan banyak jenis kerupuk.
Tapai ini rasanya enak sekali, siroop Tjap buah Tjampolay pisang susu, selain enak, segar juga wangi. Masih ada waktu tersisa satu jam, kami pergunakan untuk belanja di batik Trusmi.
Tepat pukul 6.00 sore, kami meninggalkan Cirebon dan melanjutkan perjalanan ke Semarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar